Cari Blog Ini

Sabtu, 01 Oktober 2011

Konsep Wasiat Dalam Islam: Sebuah Kajian Representasi Surat Al Baqarah Ayat 180-181

Latar Belakang
            Manusia akan mengalami beberapa fase kehidupan di dunia. Pertama, manusia berada dalam fase kandungan. Dalam keadaan fase ini, manusia baerada pada tahap pemula untuk menuju kehidupan. Manusia melewati fase ini di rahim seorang ibu.
            Kedua, fase ini adalah awal di mana manusia menjalani kehidupannya sebagai manusia. Mengemban amanah Ilahi sebagai khalifah atau pemimpin di bumu sekaligus menjadi seorang hamba Allah yang mengabdikan kepemimpinannya hanya kepadaNya.
            Ketiga, fase kematian. Diaman manusia meninggalkan segala sesuatu yang dia kenang selama di dunia. Dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah selama masa di dunia. Apakah dia menjalankan perintahNya sebagai seorang pemimpin dan hamba.
            Peralihan manusia dari fase kedua ke fase ketiga merupakan fase yang banyak manusia tidak inginkan dengan segala alasan yang mereka miliki. Namun yang terpenting sebelum menakuti apa yang pasti terjadi adalah memberikan yang terbaik bagi siapa yang akan dia tinggalkan. Baik berupa harta maupun tahta.
            Salah satu konsep untuk memberikan kebaikan bagi siapa saja yang akan ditinggalkan karena kematian adalah wasiat. Begitulah yang Allah anjurkan kepada hambaNya melalui firman,

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (180) فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (181)

Kemudian bagaimanakah konsep wasiat yang Allah kehendaki kepada hambNya melalui Islam? Hal inilah yang kemudian menarik kami untuk menyusun makalah ini dengan judul “Konsep Wasiat Dalam Islam” Sebuah Kajian Representasi Surat Al Baqarah Ayat 180-181.

  
Pengertian Wasiat
            Kata wasiat berasal dari bahasa Arab yang artinya sesuatu yang dipesankan. Dalam hal ini, sesuatu yang dipesankan dari seseoarang kepada orang lain agar pesan itu dilaksanakan setelah kematiannya. Wasiat juga berarti pemberian seoarang kepada orang lain berupa harta atau benda lain yang berharga dan bermanfaat agar dapat diterima secara sukarela setelah kematiannya.[1] Itulah yang membedakan antara hibah dan wasiat.
            Segala amal ibadah dalam Islam memiliki hikmah yang tersurat ataupun tersirat. Begitupula wasiat, memiliki hikmah tersendiri dalam melaksanakannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadist,

إنّ الله تصدق عليكم بثلث أموالكم زيادةً في أعمالكم فضعوها حيث شئتم أو حيث أحببتم
“Sesungguhnya Allah telah bersedekah kepada kalaian dengan sepertiga hartamu sebagai penambah amal kebajikan, maka tempatkanlah ia di mana kamu mau atau di mana kamu suka”

            Hadist tersebut di atas dhaif. Hadist ini menunjukkan wasiat adalah salah satu cara yang dapat digunakan manusia untuk mendekatnkan diri kepada Allah yang pada akhirnya akan bertambah kebaikan di dalam kehidupan karena di dalam wasiat itu terdapat kebajikan.[2] 
             Adapun syarat-syarat pemberi wasiat adalah orang yang memiliki kemampuan yang diakui. Keabsahan itu dilandasi oleh akal, kedewasaan, kemerdekaan dan tidak dibatasi kebodohan dan kelalaian. Jika pemberi wasiat kurang memenuhi kemampuan itu, maka wasiatnya tidak sah. Adapula sesuatu yang dapat memebatalkan wasiat. Sayyid Sabiq dalam bukunya meneyebutkan tiga faktor batalnya wasiat.
1.      Pemberi wasiat menderita penyakit gila yang menyebabkan kematiannya.
2.      Penerima wasiat mati sebelum pemberi wasiat.
3.      Sesuatu yang diwasiatkan atau barang tersebut menjadi rusak sebelum diwasiatkan.[3]

Identifikasi Ayat
            Surat Al-Baqarah adalah surat ke-2 dalam Al-Quran yang tergolong dalam Madaniyah. Surat ini merupakan surat terpanjang dalam Al Quran Surat ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500 huruf. Sebagian besar ayat dalam surat ini diturunkan pada permulaan hijrah, kecuali ayat 281 yang diturunkan di Min saat peristiwa Haji Wada''. Surat ini dinamai al-Baqarah yang artinya Sapi Betina karena di dalam surah ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67-74).[4]
            Yang menjadi fokus ayat pada pembahasan makalah ini yaitu surat Al-Baqarah ayat 180-181.

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (180) فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (181)

180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. 181. Maka Barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka Sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Makna Ayat
Kalimat كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت  (diwajibkan atas kamu , apabila salah satu diantara kamu didatangi maut), maksud dari الموت adalah tanda-tandanya. إن ترك خيرا (jika ia meninggalkan kebaikan), kata خيرا berarti harta yang banyak. الوصيّة (berwasiat) sebagai inaibul fa’il dari كتب, dan tempat berkaitnya adalah kata إذا jika merupakan zharfiyah maka kata كتب berarti wajib. Jika ia merupakan syartiyah dan sebagai jawaban dari إن maka berarti hendaklah berwasiat. للوالدين و الأقربين بالمعروف (untuk ibu bapak dan kaum kerabat secara baik-baik) kata بالمعروف artinya dengan adil, tidak lebih dari sepertiga dan tidak mengutamakan orang kaya. حقا (merupakan kewajiban) masdar yang memperkuat kalimat sebelumnya. علي المتقين(bagi orang-orang yang bertakwa). Kalimat فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ (maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya,) atau mengetahuinya. فَإِنَّمَا إِثْمُهُ (maka sesungguhnya dosanya), dosa dalam memalsukan wasiat. عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ (atas orang-orang yang mengubahnya). إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ (sesungguhnya Allah Maha Mendengar) orang yang menyampaikan wasiat. عَلِيمٌ (lagi Maha Mengetahui) atas segala perbuatan dan akan membalasnya. [5]

Asbabun Nuzul
Adapun sebab turunnya ayat ini adalah sesungguhnya masyarakat jahiliyah mewasiatkan harta mereka kepada orang-orang yang jauh dengan tujuan pamer (riya’) dan agar terkanal (mencari kemasyhuran), serta mencari kebasaran dan kemuliaan. Dan meninggalkan kerabat dekatnya dalam keadaan fakir dan miskin. Kemudian Allah menurunkan ayat ini pada awal islam, serta mengembalikan hak yang diberikan orang-orang yang jauh kepada sanak kerabat yang dekat, hal tersebut dilakukan untuk mencari kebaikan dan hikmah. Ada pendapat yang mengatakan ayat ini dinasakh oleh ayat waris pada surat an-nisa’, maka sekarang tidak diwajibkan seseorang berwasiat kepada orang yang dekat maupun orang yang jauh dan jika ada yang berwasiat pada orang yang dekat ataupun jauh maka mereka bukan termasuk dalam orang-orang yang menerima waris.[6]

Munasabah Ayat
Ilmu munasabah merupakan ilmu yang mulia, namun tidak banyak dari para ulama ahli tafsir yang memperhatikannya, dalam arti menggunakan munasabah untuk menafsirkan ayat Al-Quran, dikarenakan kerumitannya. Tidak hanya itu, banyak dari beberapa kitab tafsir tidak menyuguhkan munasabah dari atau surat ayat yang ditafsirkan.[7]
Antara ayat-ayat Al-quran dengan ayat-ayat Al-Quran lain memiliki hubungan dan keterkaitan. Begitu pula ayat 180 dari surat Al-Baqarah ini. Surat Al-Baqarah terdiri dari 286 ayat yang terklasifikasi menjadi beberapa tema pembahasan. Ayat 180 surat Al-Baqarah masuk dalam tema ‘hukum syariat’, yaitu pembahasan tentang aturan-aturan syariat dalam Islam. Uniknya, klasifikasi ayat masuk pada tema ‘hukum syariah’ disebabkan memiliki kesamaan kata perintah, yaitu kata كُتِبَ (diwajibkan).  Tema tentang ‘hukum syariat’ pada surat Al-Baqarah ini terangkum dalam ayat 178-188. Ayat 178-189 membahas tentang qishas dan hikmahnya, ayat 180-182 membahas tentang wasiat dan 183-188 membahas tentang puasa.artinya ayat 180 memiliki kesamaan tema pembahasan dengan beberapa ayat sebelum dan sesudahnya (al-tandzir[8]).
Sedangkan hubungan antara ayat 180 dengan ayat sebelumnya memiliki hubungan al-istihrad[9], yaitu peralihan kepada jenis lain. Hal itu dilihat dari pokok pembahasan yang berbeda antara ayat 180 dengan ayat sebelumnya . Ayat 180 masuk dalam pembahasan wasiat, sedangkan ayat sebelumnya masuk dalam pembahasan qishas dan hikmahnya.[10]
Bila dikaji lebih detai, pada ayat sebelumnya telah dikemukakan masalah hukum qishas di dalam pembunuhan. Qishah ini merupakan salah satu jalan menuju kematian. Karenanya, tampak berurutan jika ayat-ayat sesudahnya membicarakan masalah wasiat —yang juga merupakan bahasan tentang hukum— bagi seorang yang sudah diambang kematian.[11]
Khitab ayat ini disampaikan secara umum, hendaknya seseorang wewasiatkan sebagian dari harta bendanya terutama jika tanda-tanda kematian itu sudah jelas. Dengan demikian akhir dari amal perbuatannya adalah kebaikan.

Tafsir Ayat
   Penggalan ayat (Kutiba Alaikum) menunjukkan arti wajib atas apa yang diterangkannya, sedangkan (idza hadhara ahadukum al mauta) bukan diartikan dengan waktu kematian, karena pada waktu itu orang yang berwasiat dalam keadaan tidak mampu untuk berwasiat, adapun yang dimaksud dengan (idza hadhara ahadukum al mauta) itu terdapat dua pendapat, pertama yaitu yang banyak dipilih bahwa maksud dari ayat itu adalah datangnya tanda-tanda kematian  yaitu sakit yang menakutkan (berbahaya). Kedua yaitu pendapat Ashim bahwa maksud dari ayat tersebut adalah wasiat itu diwajibkan bagi kalian dalam keadan sehat, dalam keadaan sehat itu kalian berwasiat “jika kita meninggal, maka lakukanlah begini”, Al qodhi berkata bahwa pendapat yang pertama lebih utama.[12]
Adapun maksud dari (intaraka khairan) tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama, mereka sepakat bahwa yang dimaksud dengan khairan adalah harta seperti yang banyak disebutkan dalam al quran (wa ma tunfiqu min khairin) (al baqoroh 272), (wa innahu lihubbi al khairi) (al adiyat 8). Sedangkan harta yang diwasiatkan itu sendiri mempunyai dua pendapat, pendapat yang pertama mengatakan bahwa tidak membedakan antara harta baik sedikit atau banyak, dan ini adalah pendapat Az Zuhri, maka wasiat diwajibkan untuk semua harta.[13] Adapun yang dijadikan dalil adalah pertama bahwa sesungguhnya Allah mewajibkan wasiat dalam sesuatu jika yang ditinggalkan itu baik, sedangkan harta sedikit itu baik, adapun yang dijadikan dasar adalah Al quran dan sesuatu yang diterima akal. Adapun dalil Alquran yaitu surat al zalzalah 7-8:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ((8

7. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. 8. Dan Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.

Adapun bukti lain yang dapat diterima oleh akal adalah bahwa sesuatu yang baik itu adalah sesuatu yang bermanfaat, dan begitu juga dengan harta yang sedikit, tapi ia juga bermanfaat maka ia baik. Dalil yang kedua adalah bahwa Allah telah menetapkan beberapa hukum tentang kewarisan bagi harta baik sedikit maupun banyak, seperti firman Allah surat  An Nisa’ 7:


لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al khair dalam ayat ini adalah khusus untuk harta yang banyak, dengan dalil bahwa jika seseorang meninggalkan satu dirham, maka tidak dikatakan bahwa ia meninggalkan kebaikan. Adapun batasan harta yang wajib untuk diwasiatkan adalah 800 dirham menurut pendapat Ibnu Abbas, 1000 dirham menurut pendapat Qotadah, 1500 dirham menurut pendapat An-Nakh’i.
Sebelum diturunkannya ayat waris yang menjadi nasikh bagi ayat wasiat ini, Allah telah menjelaskan bahwa wasiat itu wajib, adapun wasiat itu wajib diberikan kepada orang yang disebut dalam ayat ini dengan (lil walidaini wal aqrobina), yaitu mewajibkan berwasiat untuk kedua orang tua dan kerabat dekat, akan tetapi setelah turunya ayat tentang waris, maka ayat ini termansukh.
Dengan ditetapkannya orang tua sebagai ahli waris yang dalam setiap keadaan dalam bab waris mendapatkan bagian warisan, maka mereka tidak boleh menerima wasiat. Sedangkan terhadap para kerabat, maka ditetapkan dengan jalan kias. Maksudnya adalah sisa atas nas ini tetap berlaku keumumannya bagi mereka yakni barang siapa yang tidak mewarisi (bukan temasuk ahli waris) maka berlakulah nas wasiat ini untuk dirinya. Dan inilah pendapat sebagian sahabat nabi Saw, dan tabi’in.[14]
Maksud dari (bil ma’ruf) adalah wasiat itu dilakukan dengan cara yang tidak menyusahkan ahli waris, yakni tidak berlebihan dan tidak pula terlalu pelit.[15]
 Pemberian wasiat itu harus adil dan tidak boleh melebihi sepertiga bagian dan juga tidak boleh berwasiat kepada orang kaya sedangkan meninggalkan orang yang faqir.[16]
 Saad bin Abi Waqos ra berkata, “ya Rasulullah, saya punya harta tetapi saya tidak punya ahli waris kecuali seorang putri, bolehkah aku berwasiat dua pertiga dari hartaku?jawab Nabi Saw, “tidak boleh” Saad berkata, “jika tidak boleh, maka bagaimana jika setengah dari hartaku? jawab Nabi, “tidak boleh”, Saad berkata;”jika tidak boleh, maka bagaimana jika sepertiga?” jawab Nabi Saw, “sepertiga itu sudah banyak, sesungguhnya jika anda meninggalkan ahli warismu kaya itu lebih baik dari pada anda meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, sehingga terpaksa minta kepada orang lain.”(HR. Bukhari-Muslim)
Sedangkan maksud dari (haqqon) adalah sebagai penekan atas diwajibkannya wasiat itu, sedangkan maksud lafadz (alal muttaqin) adalah dikatakan jika dilihat dari dzahirnya lafadz itu menandakan bahwa perintah ini dikhususkan bagi orang yang brtakwa dan tidak untuk yang lainnya.Sebab jika engkau diberi Allah rizeki, janganlah sampai seketika engkau menutup mata meninggalkan kekacauan dalam kalangan keluarga, masih juga hendaknya engkau meninggalkan kenang-kenangan yang baik bagi mereka, yang akan mereka ingat-ingat setelah engkau tak ada lagi. Dan amat baik tatkala wasiat itu dituliskan, dan ada baiknya juga jika dibawa ke muka notaris.

فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Maksud dari ayat diatas adalah barang siapa yang mengubah wasiat, menambah, mengurangi, atau menyembunyikannya, maka dosanya hanya ditanggung oleh orang yang merubahnya sedangkan pahalanya orang yang berwasiat tetap tidak akan berkurang. Sungguh Allah mendengar apa yang diwasiatkan oleh orang yang mati dan mengetahui perubahan atas yang diwasiatkan.

Fikih Ayat
   Wasiat adalah pesan baik yang disampaikan kepada orang lain untuk dikerjakan, baik saat hidup atau setelah kematian yang berpesan. Demikianlah pengertian kebahasaannya. Tetapi kata ini biasa digunakan untuk pesan-pesan yang disampaikan untuk dilaksanakan setelah kematian yang memberi wasiat.[17] Dan apabila seseorang itu telah didatangi tanda-tanda maut seperti sakit keras, sedangkan ia meninggalkan harta benda yang banyak untuk ahli waris, maka hendaklah untuk berwasiat kepada orang tua dan kerabat dekat, yang diambilkan dari sebagian hartanya dengan jumlah yang sekiranya baik, sedikit atau banyak sesuai dengan kemampuannya. Kaum muslimin sepakat bahwa wasiat ini disyaratkan tidak lebih dari sepertiga barang yang ditinggalkan mayit.[18]
Wasiat dihukumi wajib dilakukan sebelum turunnya ayat tentang pembagian waris. Tetapi sesudah turunnya ayat yang menjelaskan pembagian waris, maka kewajiban ini mansukh, dan tetap sebagai perbuatan sunnah dan dilakukan hanya boleh dilakukan terhadap orang yang bukan ahli waris yang sudah ditetapkan bagiannya oleh Allah.
Ibnu Abbas berkata, “ayat wasiat ini telah dimansukh oleh ayat 7 surat an-nisa, dengan penjelasan Nabi Saw., bahwa orang yang menerima waris tidak dapat menerima bagian wasiat.”
Menurut Jumhur Ulama dan Ulama Salaf, serta diriwayatkan oleh sebagian sahabat Rasul Saw, bahwa wasiat ini sah jika yang diberi wasiat itu tidak termasuk ahli waris, hal ini sesuai dengan sabda Nabi, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap hak-haknya masing-masing, ingatlah tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Akan tetapi, ada juga ulama yang berpendapat bahwa wasiat itu boleh juga diberikan kepada ahli waris, tetapi dengan syarat tertentu. Umpamanya ada bagian khusus yang ditentukan bagi ahli waris di antara mereka yang paling tidak mampu (miskin). Misalnya, diantara ahli waris itu terdapat seorang yang kaya dan ada sebagian yang miskin dan tidak mampu mencari kehidupan. Maka alangkah baiknya jika bagiannya tidak disamakan antara yang kaya dan yang miskin, atau orang yang mampu berusaha atau tidak.
  Jika terdapat orang kafir yang masuk islam kemudian ia meninggal dunia sedangkan orang tuanya masih dalam keadaan kafir, maka baginya diperbolehkan mengeluarkan wasiat kepada orang tuanya sebagai pemikat agar keduanya masuk islam. Dan dalam hal ini Allah telah memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada orang tua, sekalipun mereka masih dalam keadaan kafir. Seperti dalam firmanNya dalam surat Al Ankabut ayat 8,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Al Ankabut: 8)

Dan tidak boleh merubah isi dari wasiat, baik itu dilakukan oleh saksi atau orang yang menerima wasiat dengan cara merubah, mengingkari, mengurangi setelah benar-benar mengetahui jumlahnya. Karena itu termasuk dosa besar.
            Tentang hukum wasiat, para ulama berbeda pendapat tentang hukum pelaksanaannya. Situasi dan kondisi juga mempengaruhi keberadaan hukum itu sendiri.
Wasiat menjadi wajib bila orang itu memiliki kewajiban syara’ dan khawatir semua harta atau barang peniggalannya menjadi sis-sia bila tidak diwasiatkan. Menjadi sunnah apabila digunakan untuk kebijakan karib-kerabat, fakir dan orang-orang yang membtuhkan. Wasiat haram bila itu merugikan ahli waris. Adapun wasiat akan menjadi makruh bila yang berwasiat memiliki harta sedikit, sedangkan dia memiliki ahli waris yang banyak membutuhkan hartanya. Dan wasiat memiliki hukum jaiz atau boleh jika ia ditunjukkan kepada orang kaya, baik orang yang diwasiati ataupun bukan.[19]

Kesimpulan
1.      Wasiat adalah sesuatu yang dipesankan dari seseoarang kepada orang lain agar pesan itu dilaksanakan setelah kematiannya. Wasiat juga pemberian seorang kepada orang lain berupa harta atau benda lain yang berharga dan bermanfaat agar dapat diterima secara sukarela setelah kematiannya

2.      Wasiat menjadi wajib bila orang itu memiliki kewajiban syara’ dan khawatir semua harta atau barang peniggalannya menjadi sis-sia bila tidak diwasiatkan. Menjadi sunnah apabila digunakan untuk kebijakan karib-kerabat, fakir dan orang-orang yang membtuhkan. Wasiat haram bila itu merugikan ahli waris. Adapun wasiat akan menjadi makruh bila yang berwasiat memiliki harta sedikit, sedangkan dia memiliki ahli waris yang banyak membutuhkan hartanya

Saran
            Bacalah makalah ini kemudian sampaikan kepada semua orang dengan harapan ilmu kita bermanfaat, meminimalisir orang yang tidak mengerti dan mendapat ridho Allah. Amin. 

Daftar Rujukan
[1] Muhammad Bagir, Fiqih Praktis II: Menurut Al-Quran, As-Sunnah dan Pandangan Para Ulama, (Bandung: Karisma, 2008), h. 257.
[2] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dengan judul Fiqih Sunnah  (Jakarta: Pena Pundi Askara, 2006), jilid 4, h. 469-470.
[3] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, h. 478.
[4] Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Baqarah pada tanggal pada tanggal 20 September 2011, jam 19.53 WIB.
[5] Imam Jalaluddin Al Mahalli dan Imam Jalaluddin As Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandunga: Sinar Baru Algensindo, 2008), jilid 1, h. 76.
[6] Ismail Haqiy Al Burusawa, Tafsir Ruhul Bayan Juz 1, (Lebanon : Darul Fiqr), h. 329.
[7] Diakses dari http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/ulumul-quran.html pada tanggal 20 September 2011, jam 19.26 WIB.
[8] Menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang sejenis adalah termsuk perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang berakal
[9] Diakses dari http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/ulumul-quran.html pada tanggal 20 September 2011, jam 20.53 WIB.
[10] Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Baqarah pada tanggal pada tanggal 20 September 2011, jam 19.53 WIB.
[11] Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi juz 2 (Semarang: PT. Karya Thoha Putra,1993), h. 110.
[12] Imam Fakhruddin Muhammad bin Umar Bin Husain bin Hasan ibnu Ali At Tamimi Al bakri Ar Rozi As Safi’I, Tafsir Kabir Au Mafatih Al Ghoib jilid 3 (Bairut: Dar Al Kutub Al Ilmiyah), h. 51.
[13] Imam Fakhruddin Muhammad, h. 51.
[14] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilali Qur’an jilid 1 (Jakarta: Gema Insani 2000), h. 179.
[15] H. Salim Bahreisy, H. Said Bahreisy, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2002), h. 337.
[16] Ismail Haqqi al-Burusawi, Tafsir Ruh Al Bayan (Bairut: Dar al Fikr, 2006), h. 329.
[17] M. Quraisy syihab, Tafsir Al misbah Volume 1, (Tanggerang: Lentera hati 2007), h. 398.
[18] Ahmad Musthafa Al Maraghi, h. 111.
[19] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, h. 470-471.

Rabu, 25 Mei 2011

Mahasiswa Kupu-Kupu atau Mahasiswa Kura-Kura


Setiap mahasiswa memiliki prinsip berbeda dalam menyikapi studi yang sedang dijalani. Perbedaan itu tidak lepas dari posisi dimana ia meletakkan diri mereka sendiri. Tampaknya wajib bagi mahasiswa membaca Fiqih Prioritas karangan Yusuf Qardhawi, mengingat banyak sekali kegiatan mahasiswa diluar lingkup studinya mana yang harus didahulukan dan mana yang harus dikesampingkan. Ada yang bekerja sambil kuliah, ada yang berorganisasi sambil kuliah, bahkan adapula yang kuliah sambil berkeluarga, walau ia masih dalam tingkat pertama. Dan pasti demi tercapainya sesuatu dengan sempurna terkadang ada yang perlu diprioritaskan.

Dari berbagai macam ‘sambil.....’ diatas, berorganisasi adalah yang paling banyak digeluti mahasiswa. Berorganisasi menjadi lauk bagi studi mahasiswa bangku kuliah. Namun ada sebagian mereka yang belum bisa menempatkan studi dan organisasi kepada tempat yang semestinya.

Dalam kaitannya mahasiswa dan organisasi, ada yang menamakan diri mereka sebagai mahasiswa kupu-kupu atau disebut juga kuliah-pulang, kuliah-pulang. Kelompok mahasiswa kupu-kupu biasanya mereka yang selalu eksis dalam kuliahnya namun enggan untuk terjun dalam dunia sosial mahasiswa atau luar. Kebanyakan dari kelompok ini lebih memilih untuk tidak ikut dalam kegiatan intra atau ekstra kampus. Tidak ingin menyibukkan diri dengan hal-hal diluar dari kuliahnya.  Memprioritaskan penuh studi di kampus demi mencapai nilai tinggi dan lulus tepat waktu.

Sebagian lain menamakan diri sebagai mahasiswa kura-kura atau disebut juga kuliah-rapat, kuliah rapat. Kelompok mahasiswa kura-kura biasanya mereka yang selain kuliah namun juga aktif dalam organisasi intra maupun ekstra kampus, baik sebagai anggota ataupun dalam struktural. Bahkan sebagian mereka lebih mengedepankan kegiatan non-kuliah dari pada studinya di kampus. Sehingga rela untuk tidak masuk kuliah beberapa kali demi kegiatan yang ia ikuti di organisasinya. Mereka beranggapan bahwa organisasi lebih penting dan mempunyai dampak positif yang riil bagi kehidupan.  Dan yang terjadi banyak dari mereka yang lulus terlambat dengan nilai yang kurang memuaskan.

Dua kelomok mahasiswa itulah yang menjadi persepsi mahasiswa kebanyakan saat ini. Namun tidak semua anggapan itu benar karena baik mahasiswa yang memiliki karakter kupu-kupu ada pula yang terlambat lulus bahkan dengan nilai yang kurang memuaskan . Begitupula yang memiliki karakter  kura-kura, tidak sedikit dari mereka yang lulus tepat waktu bahkan dengan nilai yang memuaskan. Keduanya tak lepas dari berbagai macam hujjah dari masing-masing mahasiswa.

Dalam hidup bermahasiswa, studi dan organisasi merupakan hal pokok yang harus diikuti. tidak mengabaikan salah satunya atau bahkan meninggalkannya. Mahasiswa yang mengedepankan studi dan menafikan keorganisasian biasnya memiliki nilai rendah dalam bersosial dengan mahsiswa lain dan akan memiliki kecendrungan lebih besar untuk canggung dalam bermasyarakat. Sedangkan mahasiswa yang mengedepankan berorganisasi dan mengabaikan studinya, bianya lebih dapat bersosial dengan mahasiswa lain namun memiliki nilai rendah dalam dunia kerja yang mengedepankan akademik dan legalitas studi yang ditempuh.Dari penjelasan itu, maka kedua karakter memiliki nilai min dan plus dari berbagai sudut pandang masing-masing.

Sebagai mahasiswa yang akademisi dan memiliki tanggung jawab besar di tangah masyarakat nanntinya, maka layaknya untuk tidak menjadi keduanya secara fanatis. Namun berjalan ditangah-tengah keduanya secara sejajar dan aktif. Artinya tidak meniggalkan salah satunya dan menjalankan keduanya dengan totalitas yang tinggi. Keduanya menjadi prioritas yang sama.

Namun sebagaian mahasiswa biasanya tidak dapat melakukan dua kegiatan ini —studi dan berorganisasi— secara totalitas. Keduanya dapat dijalankan namun salah satu tidak menjadi prioritas. Dalam keadaan seperti ini, lebih baik yang dijadikan prioritas adalah studinya. Karena studi itulah yang sebenarnya menjadikan mahasiswa itu adalah mahasiswa, yaitu keberadaan studi alasan adanya berorganisasi. Namun sekali lagi, organisasi tetap diikuti walau bukan menjadi prioritas.

Terkadang mahasiswa yang belum pernah terjun dalam berorganisasi dan berminat untuk ikut andil, bingung dalam memilih organisasi. Karena memang organisasi yang diikuti oleh seorang mahasiswa akan banyak membentuk kepribadian mereka terutama bila organisasi itu adalah organisasi ekstra yang biasnya mengedepankan pembentukan karakter dan perjuangan. 

Dalam memilih sebuah organisasi, lebih baik mahasiswa mengetahui tujuan mereka dalam memilih organisasi. Apa yang ingin mereka perjuangkan? Apa yang ingin mereka inginkan? Apa yang ingin mereka kembangkan bagi diri mereka sendiri dan organisasi itu. Bila telah mengetahui tujuannya maka mereka dapat memilih organisasi yang tepat dan sesuai dengan diri mereka sendiri. Mengapa harus sesuai dengan diri?. Ini demi mencegah hal yang tidak dinginkan bagi diri mahasiswa itu dan apa, siapa yang ada didalam organisasi itu. Sehingga bila telah masuk dalam sebuah organisasi, ia tidak terputus ditengah jalan karena ketidak cocokan yang dihadapinya.

Mahasiswa juga bisa memilih organisasi yang memiliki karakter atau basic yang dapat membantu studinya. Artinya, organisasi yang diikuti memiliki kesamaan visi dan misi yang dengan jurusan yang diambil. Sehingga organisasi yang diikuti banyak membantu dalam studinya. Misalnya, mahasiswa yang jurusannya dalam bidang keolahragaan dapat memilih organisasi yang juga berlatar olahraga.

Selain itu, mahasiswa juga dapat memilih organisasi yang memiliki ruang lingkup yang dia hobi. Biasanya bidang organisasi yang diikuti karena merupakan hobi baginya, ia dapat lebih enjoy dan eksis dalam berorganisasinya di dalamnya. Walaupun organisasi itu tidak memiliki keterkaitan dengan jurusan yang ditempuhnya.

Sekali lagi, studi dan organisasi menjadi dua komponen yang penting bagi setiap mahasiswa. Rasanya tidak dapat dikatakan benar-benar mahasiswa bila tidak mengikutu suatu organisasi. Begitupula tidak mungkin dikatakan menjadi mahasiswa yang organisatoris bila dia tidak pernah melakukan studi di sebuah lembga pergutuan tinggi.

Terlepas dari apa tujuan masuk organisasi dan organisasi apa yang menjadi pilihan setiap mahasiswa, ingat! Semua harus benar-benar diperjuangkan dengan aturan main yang sudah ditetapkan. Baik itu aturan organisasi itu sendiri dan terlebih aturan yang sudah menjadi kewajiban kita mengikutinya, Al-Quran dan As-Sunnah. Mau tidak mau, perjuangan Indonesia dari dulu sampai sekarang tidak lepas dari kontribusi mahasiswa. Hidup mahasiswa!
Allahu’alam